
Baptis merupakan langkah pertama dan utama menjadi seorang Kristen. Baptis merupakan sakramen. Artinya, “bahasa isyarat” dari Tuhan. Bahasa isyarat seringkali berbicara lebih kuat dari bahasa-bahasa lain manapun. Sebab bahasa isyarat sifatnya universal. Dalam sakramen, Tuhan mempergunakan benda-benda biasa seperti air, roti, minyak dan juga tindakan-tindakan tertentu untuk berbicara secara langsung kepada jiwa kita. Tidak seperti bahasa isyarat lainnya, bahasa isyarat Tuhan mempunyai kuasa untuk mengubah orang yang menerimanya.
BAHASA ISYARAT TUHAN

Dalam Sakramen Baptis, air dituangkan atas kita. Hasilnya sama. Kita secara perlahan-lahan dilebur menjadi satu dalam Kristus, namun kita tidak kehilangan identitas pribadi kita. Kita mempersatukan hidup kita dengan hidup-Nya. Kita menjadi bagian dari-Nya dan Ia menjadi bagian dari kita. Pembaptisan hanyalah merupakan awal dari suatu proses sepanjang hidup untuk bersatu dengan Yesus. Hendaknya kita tidak hanya mempersatukan diri dengan-Nya secara fisik, tetapi juga secara mental dan spiritual juga. Doa, membaca Kitab Suci dan menerima sakramen-sakramen merupakan bagian dari proses tersebut.
Dengan kata lain, Baptis bukan hanya sekedar upacara belaka. Baptis merupakan awal dari usaha sepanjang hidup untuk berubah agar dapat bersatu dengan Yesus. Tujuan akhirnya adalah kita akan berbagi hidup dan kuasa dengan-Nya di dunia ini dan kelak selama-lamanya di surga.
ASAL MULA SAKRAMEN BAPTIS
Apabila kita berbicara tentang pembaptisan, biasanya pikiran kita langsung tertuju kepada Yesus. Baptis sendiri sesungguhnya sudah ada lama sebelum Yesus. (Tetapi, Ia mengubahnya dan memberinya kuasa baru!).
ASAL MULA PEMBAPTISAN MENURUT KITAB SUCI
Berabad-abad sebelum Kristus, umat dalam Perjanjian Lama percaya bahwa segala bentuk kontak dengan dunia luar mencemarkan mereka. Sebelum mereka boleh makan atau berdoa, terlebih dahulu mereka harus membersihkan diri. Hal ini tampak nyata ketika mereka berdoa pada hari Sabat.
Orang-orang Yahudi wajib membersihkan diri mereka dalam suatu kolam ritual yang disebut mikveh. Kolam tersebut harus diisi dengan air yang mengalir (kadang-kadang disebut “air hidup”) dan mereka harus menenggelamkan diri sepenuhnya ke dalam air. Mereka juga memerlukan seseorang untuk menjadi saksi dalam upacara ini. Kaum pria wajib melakukannya setiap hari Jumat malam, sementara kaum wanita melakukannya hanya sebulan sekali. Banyak orang Yahudi yang saleh masih melakukan praktek ini.
PEMBAPTISAN YESUS

Baptisan Yohanes hanya merupakan simbol perubahan; baptisan itu sendiri tidak mempunyai kuasa untuk melakukan perubahan-perubahan tersebut. Yesus menambahkan kuasa ini ketika Yohanes membaptis-Nya di Sungai Yordan.
“Ia membaptis Kristus, yang berkuasa atas pembaptisan, dalam air yang dijadikan kudus oleh Dia yang dibaptis.” ~ Prefasi pada Pesta St. Yohanes Pembaptis
Yesus berkata kepada para murid-Nya:
“Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” ~ Matius 28:18-20
PEMBAPTISAN PADA MASA GEREJA PERDANA
Gereja Perdana melaksanakan pembaptisan dalam beberapa cara. Karena sebagian besar yang dibaptis adalah orang dewasa, pembaptisan yang umum adalah dengan membenamkan orang yang dibaptis ke dalam air. Peristiwa itu akan mengakibatkan perasaan tenggelam sesaat. Jadi, ketika mereka yang dibaptis muncul kembali dari air, mereka akan mengalami rasa bangkit dari mati. Hal ini melambangkan keikutsertaan dalam kebangkitan Yesus sendiri.
Di kemudian hari, ketika pembaptisan dilakukan atas bayi-bayi juga, terjadi perubahan dalam cara pembaptisan yaitu dengan menuangkan air. Gereja-gereja lain menolak gagasan pembaptisan bayi. Gereja Katolik mempraktekkannya seturut sabda Yesus, “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka…” Dikisahkan juga dalam Kitab Suci mengenai pembaptisan seluruh anggota keluarga.
“Seketika itu juga ia [kepala penjara di Troas] dan keluarganya memberi diri dibaptis.”
Kisah Para Rasul 16:33
“Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu.”
Yehezkiel 36:25
UPACARA PEMBAPTISAN
Sakramen Baptis menyangkut lebih dari sekedar mencelupkan atau menenggelamkan ke dalam air. Gereja menambahkan bahasa-bahasa isyarat lain guna mempertegas maknanya. Berikut ini gambaran dari suatu upacara pembaptisan bayi. Upacara baptis dewasa tak jauh berbeda.
Dua dari bahasa isyarat dalam Sakramen Baptis terdiri dari “mengurapi” atau mengoleskan minyak. Para orangtua biasa mempergunakan baby oil untuk melindungi bayi mereka. Minyak tersebut berguna untuk membersihkan kulit bayi tanpa menjadikannya kering dan juga untuk melindungi bayi dari kuman-kuman. Sebelum pembaptisan, imam menandai dahi bayi dengan Tanda Salib. Sesudah pembaptisan, imam mengurapi dahi bayi dengan minyak krisma - suatu campuran minyak dan balsem wangi - dengan membuat Tanda Salib. Kata “Kristus” berarti “yang diurapi dengan minyak” dan dengan demikian anak tersebut sungguh sudah menjadi seorang Kristus.
Bahasa isyarat lainnya adalah baju atau kain putih yang dikenakan imam pada si bayi. Praktek ini dimulai ketika umat Kristen Perdana seluruhnya ditenggelamkan ke dalam air dalam upacara pembaptisan. Mereka akan melepaskan baju luar mereka sebelum upacara dan sesudahnya mengenakan baju yang baru. Sebagian keluarga mewariskan baju baptis dari generasi ke generasi.
Bahasa isyarat terakhir dinyatakan dengan pemberian lilin menyala kepada orangtua bayi. Lilin menyala melambangkan Kristus yang telah bangkit dengan mulia.
WALI BAPTIS
Setiap calon baptis harus mempunyai Wali Baptis, namun demikian hal ini bukan demi sahnya pembaptisan. Tanpa wali baptis, pembaptisan tetap sah. Wali Baptis memiliki dua peran utama:
1. Saksi upacara pembaptisan; 2. Melindungi anak baptis.

Dalam Pembaptisan, wali baptis bertindak sebagai wakil umat / jemaat. Oleh karena itu, biasanya ada beberapa persyaratan yang bersifat umum yang ditetapkan oleh gereja setempat untuk para wali baptis ini.

Peran kedua membutuhkan jauh lebih banyak keterlibatan, yaitu hubungan yang berkelanjutan dengan si anak. Mungkin kita menginginkan seorang teman atau sanak-saudara yang tinggal jauh untuk menjadi wali baptis, tetapi sungguh lebih baik memilih wali baptis yang dapat bertemu dengan anak secara teratur.
Ketika anak merayakan hari pembaptisannya, wali baptis hendaknya ikut ambil bagian. Wali baptis adalah orang yang dianggap tepat untuk menjadi penjamin pada Sakramen Penguatan ketika anak sudah cukup besar untuk menerimanya. Jika sesuatu terjadi yang menghalangi orangtua untuk membesarkan anaknya dalam iman Katolik, wali baptis mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa anak memperoleh pendidikan iman yang diperlukan.
Apabila kita hendak memilih seseorang untuk menjadi wali baptis bagi anak, patutlah kita mempertimbangkan hal-hal berikut ini. Apakah ia dapat menjalin hubungan yang berkelanjutan dengan anak? Apakah mereka merupakan teladan yang baik? Apakah mereka dapat membantu dalam membesarkan anak dalam iman? Apakah mereka dapat bertindak sebagai penjamin dalam Sakramen Penguatan?
PENTING BAGI PARA ORANGTUA
Ketika seorang bayi / anak dibaptis, keputusan untuk menjadi orang Katolik merupakan keputusan orangtua. Gereja mengijinkan pembaptisan anak-anak karena tanggung-jawab iman anak ada dalam tangan orangtua berkat Sakramen Perkawinan. Maka, tugas utama orangtua adalah membantu anak supaya perlahan-lahan keputusan untuk menjadi orang Katolik adalah keputusan pribadinya. Tugas ini berat, sehingga Gereja menganjurkan perlu adanya wali baptis. Artinya, tugas lain dari wali baptis adalah ambil bagian dalam tugas dan tanggung jawab orangtua tersebut.
CATATAN TENTANG SAKRAMEN BAPTIS





sumber : “The Sacramental Gazette, Baptism: What is it?”; Rm Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
0 comments:
Posting Komentar